Materi Kesultanan di Indonesia IPS Kelas 7
Pada kesempatan kali ini Admin akan memaparkan sebuah ringkasan materi kerajaan-kerajaan atau kesultanan Islam yang ada di Indonesia. Dalam ringkasan ini memuat sejarah berdiri (sumber sejarah, lokasi, pendiri, dan nama-nama sultan yang telah berkuasa), masa kejayaan (dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan keagamaan), dan masa keruntuhan pada masing-masing Kesultanan. Kesultanan Islam di Indonesia antara lain Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Demak, Banten, Makasar (Gowa-Tallo), Mataram, Ternate dan Tidore, dan Kesultanan Banjar.
Berikut penjelasan Kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia:
1. Kesultanan Samudera Pasai
1.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik as-Saleh (Marah Silu) sekitar abad ke-13 M yang terletak di Lhokseumawe, Aceh sebelah utara Perlak dan berbatasan langsung dengan selat Malaka.
Sumber sejarah, diperoleh dari batu nisan Malik as-Saleh berangka 696 H / 1297 M; Catatan Marcopolo (seorang penjelajah asal Venesia) yang singgah di Perlak; Catatan Ibnu Batutah (seorang penjelajah muslim asal Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai.
Nama-nama Sultan Samudera Pasai antara lain Sultan Malik as-Saleh; Sultan Malik az-Zhahir; Sultan Mahmud Malik az-Zhahir; Sultan Ahmad Malik az-Zhahir; Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir; s.d sultan ke-21 yakni Sultan Zain al-Abidin IV.
1.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Di bidang politik Samudra Pasai mampu mengadakan perluasan kekuasaan hingga ke pedalaman seperti Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.
Sementara di bidang Sosial Budaya Samudera Pasai memiliki gelar Serambi Mekkah. Salah satu penyebabnya adalah karena pelaksanaan kehidupan sehari-hari masyarakatnya terdapat banyak persamaan dengan masyarakat di Arab. Lahir tulisan bahasa melayu bertuliskan huruf Arab atau disebut bahasa Jawi dan huruf Arab Jawi.
Kemudian di bidang Ekonomi, sumber utama penghidupan masyarakat Samudera Pasai berasal dari perdagangan. Letaknya yang strategis yaitu pada jalur utama pelayaran internasional membuat pelabuhan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional.
Sedangkan di bidang Keagamaan, Kesultanan Samudera Pasai menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara dan negara Asia Tenggara lainnya. Sultan Samudera Pasai sangat taat beragama dan menganut mazhab Syafi’i sehingga banyak rakyatnya yang non-muslim merasa simpati dan tertarik masuk Islam.
1.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Kesultanan Samudera Pasai mengalami kemunduran setelah dikuasai Portugis pada abad ke-16 M pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin III.
2. Kesultanan Aceh Darussalam
2.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad ke-16 M. Terletak di Aceh Rayeuk (sekarang Aceh besar).
Sumber sejarah, yakni dari Kitab Bustanussalatin karya Nurudidin ar-Raniri tahun 1637; Batu nisan makam Sultan Ali Mughayat Syah berangka 936H/ 1530 M.
Nama-nama Sultan Aceh Darussalam antara lain Sultan Ali Mughayat Syah; Sultan Salahudin; Sultan Alaudin Riayat Syah; s.d sultan ke-10 yakni Sultan Iskandar Muda; Sultan Iskandar Thani; s.d sultan ke-33 pada abad ke-20 yakni Sultan Muhammad Daud Syah.
2.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Di bidang Politik, Aceh berhasil menguasai daerah-daerah di pesisir timur dan barat Sumatera, serta pesisir barat semenanjung Melayu, seperti Johor dan Pahang. Meskipun Aceh terkenal negara yang terkuat pada masanya namun pernah gagal ketika berusaha merebut Malaka dari Portugis.
Sementara itu di bidang Sosial Budaya, Masyarakat Aceh berpegang teguh terhadap Hukum Adat Makuta Alam yang berlandaskan ajaran Islam.
Kemudian di bidang Ekonomi, Sumber kehidupan utama adalah dari sektor perdagangan. Peralihan jalur pelayaran dari selat Malaka ke pesisir barat Sumatera menuju selat Sunda terus ke timur Indonesia menjadikan perekonomian Aceh berkembang pesat. Komoditas ekspor dari hasil bumi dan alam seperti lada, timah, kayu cendana, obat-obatan dll.
Di bidang Keagamaan, Kesultanan Aceh berperan sebagai pusat penyebaran agama Islam hingga sampai ke Asia Tenggara yang dapat dibuktikan dari hasil karangan kitab para ulama salah satunya karangan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi yang diterbitkan oleh Syaikh Daud Rumy.
2.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Kesultanan Aceh berangsur-angsur mengalami kemunduran setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani. Salah satu penyebabnya adalah adanya pertikaian antara kaum ulama dan kaum bangsawan yang berlangsung terus menerus. Baru benar-benar runtuh pada abad ke-20 M karena dikuasai Belanda.
3. Kesultanan Demak
3.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah yang merupakan keturunan Raja Brawijaya V, raja terakhir kerajaan Majapahit pada abad ke-15 M yang terletak di Desa Glagah Wangi di daerah pesisir utara Jawa Tengah.
Sumber sejarah, yakni dari Babad Tanah Djawi dan Masjid Agung Demak.
Nama-nama Sultan Demak antara lain Raden Patah; Pati Unus; dan Sultan Trenggana.
3.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Berikut perkembangan yang diraih dalam berbagai bidang:
Di bidang Politik, Kesultanan Demak memiliki luas wilayah kekuasaan meliputi sebagian Jawa Barat, Jayakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Dibidang Sosial Budaya, Munculnya berbagai macam kesenian, seperti wayang, tembang macapat, gamelan, hikayat-hikayat Jawa dan seni pembuatan keris. Tradisi Sekaten dan Grebeg juga dilaksanakan secara turun temurun yang semua itu dipopulerkan pada zaman sunan Kalijaga.
Di bidang Ekonomi, Kehidupan ekonomi bersumber pada pertanian, perdagangan dan pelayaran. Wilayah demak berkembang menjadi pelabuhan transito dengan daerah-daerah penghasil rempah-rempah setelah pengalihan jalur dari selat Malaka yang dikuasai Portugis.
Lalu dibidang Keagamaan, Kesultanan Demak berperan sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan luar Jawa seperti Kalimantan dan Maluku. Penyebaran dilakukan oleh Wali Songo dan mubaligh lainnya.
3.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Setelah wafatnya Sultan Trenggana pada abad ke-16 M, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perang saudara di lingkungan kesultanan untuk memperebutkan takhta Demak.
Sunan Prawoto sang pewaris takhta (anak sultan Trenggana) berhadapan dengan Arya Penangsang (keponakan sultan Trenggana) yang juga memiliki hak atas kerajaan Demak.
Namun konflik berakhir setelah Jaka Tingkir (menantu sultan Trenggana) meredam pemberontakan Arya Penangsang. Jaka Tingkir kemudian memindahkan pusat pemerintahan Demak ke daerah PajangBaru kerajaan Sriwijaya runtuh setelah adanya serangan dari armada laut Majapahit pada pertengahan abad ke-11.
4. Kesultanan Banten
4.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Banten terletak di Pasundan, Banten yang didirikan oleh Fatahillah pada abad ke-16 M. Yang menjadi sumber sejarah yakni: Naskah Carita Parahyangan; Medanggili dalam Tambo Tulangbawang; Primbon Bayah; dan Masjid Agung Banten.
Nama-nama Sultan Banten antara lain Maulana Hasanuddin; Maulana Yusuf; Maulana Muhammad; Pangeran Ratu (Abdul Mufakhir); dan Sultan Ageng Tirtayasa.
4.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Berikut perkembangan yang diraih dalam berbagai bidang:
Di bidang Politik, selain Lampung dan daerah di sekitar Sumatera Selatan, kesultanan Banten berhasil menguasai kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram. Kemudian aktif menjalin hubungan diplomatik dengan kesultanan-kesultanan tetangga dan negara asing.
Di bidang Sosial Budaya, masyarakat Banten sangat majemuk dan toleran. Ramainya arus masuk pedagang-pedagang asing seperti dari Arab, Persia, Turki, Gujarat, Cina, Jepang dan Eropa, lama kelamaan membentuk perkampungan-perkampungan berdasarkan daerah atau negara asalnya.
Di bidang Ekonomi, setelah Malaka dikuasai Portugis, para pedagang muslim memindahkan jalur pelayaran melalui Selat Sunda. Hal ini menyebabkan pelabuhan Banten menjadi salah satu pusat perdagangan internasional. Selain perdagangan sumber ekonomi masyarakat juga berasal dari pertanian dan perkebunan. Sawah-sawah dibuka dan saluran irigasi dibuat yang sekaligus berfungsi sebagai sarana perhubungan.
Di bidang Keagamaan, Kesultanan Banten berperan sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa bagian barat. Kesenian Debus juga turut andil sebagai alat penyebaran Islam di Banten. Salah satu tokoh penyebar Islam di Banten adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
4.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat puteranya Abdul Kohar atau lebih dikenal Sultan Haji untuk menjadi putra makhkota, saat itulah kesultanan mulai mengalami kemunduran. Sikap Sultan Haji bertolak belakang dengan ayahnya yang sangat anti VOC. Akhirnya terjadi perang saudara, Sultan Haji dibantu VOC berhasil menggulingkan Sultan Ageng Tirtayasa pada abad ke-17 M.
Atau tonton tayangan materi dalam bentuk video slide di bawah:
5. Kesultanan Makasar (Gowa-Tallo)
5.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Makasar (Gowa-Tallo) didirikan oleh Sultan Alauddin (Raja Gowa) dan Sultan Abdullah (Raja Tallo) pada akhir abad ke-16 M yang terletak di Makasar Sulawesi Selatan. Sumber sejarah Kesultanan Makasar, yakni dari catatan Tome Pires yang melukiskan kemampuan pelayaran dan perdagangan orang-orang Makassar. Nama-nama Sultan Makasar antara lain Sultan Alauddin dan Sultan Abdullah; Sultan Muhammad Said; Sultan Hasanuddin; dan Sultan Mapasomba.
5.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Di bidang Politik di bawah kendali Sultan Hasanuddin, kesultanan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, seperti Luwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Ia juga berhasil menjadikan Makasar menjadi pusat perdagangan di bagian timur.
Di bidang Sosial Budaya, Kesultanan Makasar dikenal sebagai negara maritim disebabkan sebagian besar masyarakatnya bergantung dari laut sebagai nelayan atau pedagang antar pulau. Dalam kehidupannya masyarakat Makassar berpegang teguh pada aturan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang.
Di bidang Ekonomi, letak Makasar yang strategis menjadikannya sebagai bandar penghubung pelayaran dan perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Ramai pedagang-pedagang dari dalam dan luar negeri datang berkunjung. Hal ini mendorong perekonomian Makasar berkembang pesat.
Kemudian di bidang Keagamaan, Tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi dilakukan oleh ulama-ulama asal kesultanan Aceh. Terdapat juga ulama asli asal Makasar, Syeikh Yusuf yang turut andil memperluas pengaruh Islam di tanah Sulawesi Selatan.
5.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Sultan Hasanuddin telah membawa kesultanan Makasar pada puncak kejayaannya sekaligus masa keruntuhan di akhir kepemimpinan.
Kerajaan-kerajaan kecil seperti Soppeng dan Bone yang menjadi daerah kekuasaan kesultanan Makasar memberontak dengan dibantu pihak VOC sehingga terjadi peperangan. Dalam perang ini Makasar mengalami kekalahan dan terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya.
6. Kesultanan Mataram
6.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Mataram didirikan oleh Sutawijaya (Panembahan Senopati Ing Alaga Sayyidin Panatagama) pada pertengahan abad ke-16 M yang terletak di Kuthagedhe Jawa Tengah. Sumber sejarah dari Babad Tanah Djawi; Babad Meinsma; dan Babad Dalem. Nama-nama Sultan Mataram antara lain Sultan Sutawijaya; Sultan Mas Jolang; Sultan Mas Rangsang (Sultan Agung); Sultan Amangkurat I; dan Sultan Amangkurat II
6.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Kesultanan Mataram mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Berikut perkembangan yang diraih dalam berbagai bidang:
Di bidang Politik, Kesultanan Mataram mampu meluaskan wilayah kekuasaannya ke berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Di luar Jawa seperti Palembang (Sumatra), Sukadana, dan Banjarmasin (Kalimantan), serta Makassar (Sulawesi).
Di bidang Sosial Budaya, terjadi perkembangan dalam seni lukis dan seni ukir yang terlihat dari hasil karya berbentuk gapura, istana, dan tempat ibadah. Hasil budaya yang berkembang merupakan akulturasi dari kebudayaan Hindu-buddha.
Di bidang Ekonomi, karena terletak di pedalaman Jawa kehidupan ekonomi yang berkembang adalah dari sektor agraris (pertanian) dengan hasil utama adalah beras. Mataram juga menghasilkan kayu, gula, kelapa, kapas, dan palawija.
Di bidang Keagamaan, Sultan menggunakan Islam sebagai alat pemersatu tanah Jawa. Pemberian gelar Sayyidin Panatagama Khalifatullah kepada sultan-sultan Mataram adalah bentuk pemberian amanat untuk mengembangkan agama dan melaksanakan dakwah Islamiyah. Muncul karangan kitab Serat Sruti, Serat Sastra gending, Serat Jayalengkara, dan Serat Panji Asmararupi, dan kitab undang–undang Surya Alam (Sinar Dunia), penciptaan kalender Sultan Agung (Anno Javanico).
6.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Kesultanan Mataram mengalami kemunduran sejak pemerintahan Amangkurat I sekitar abad ke-17 M. Hal ini disebabkan karena adanya campur tangan Belanda. Dalam perjanjian Giyanti di abad ke-18 M, Belanda berhasil memecah Kesultanan Mataram menjadi 2 wilayah kerajaan yaitu kesultanan Yogyakarta dan kesunanan Kartasura.
7. Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore
7.1 Sejarah Berdiri
Kerajaan Ternate pra-Islam didirikan oleh Baab Masyhur Mulamo pada awal abad ke-13 M. Kerajaan Ternate Islam didirikan oleh Sultan Zainal Abidin pada abad ke-15 M. Terletak di sebelah Pulau Halmahera, Maluku Utara. Sumber sejarah dari Hikayat Moloku Kie Raha; Istana/kedaton Ternate; Masjid kesultanan Ternate. Nama-nama Sultan Ternate antara lain Sultan Zainal Abidin; Sultan Bayanullah; Sultan Hidayatullah; s.d sultan ke-7 yakni Sultan Babullah Datu Syah; s.d sultan ke-12 yakni Sultan Muhammad Nurul Islam (Sultan Sibori).
7.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Kesultanan Ternate mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin Sultan Baabullah Datu Syah. Berikut prestasinya di berbagai bidang: Di bidang Politik, Di Maluku terdapat 4 kerajaan Islam (Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan) yang saling bersaing sehingga terbentuk dua persekutuan yaitu Uli Lima dan Uli Siwa. Uli Lima dipimpin kesultanan Ternate diikuti Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Sedangkan Uli Siwa dipimpin kesultanan Tidore diikuti Makyan, Jailolo, atau Halmahera, dan pulau-pulau di sekitarnya sampai dengan Irian Barat. Wilayah kekuasaan kesultanan Ternate tidak hanya pada daerah Maluku saja, namun Ternate berhasil menguasai semua wilayah Sulawesi, Filipina, dan sampai ke Kepulauan Marshall yang ada di Pasifik.
Di bidang Sosial Budaya, Masyarakat Ternate sebagian besar beragama Islam sementara di Halmahera, sebagian Ternate, dan Ambon, beragama Kristen Katholik berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Perbedaan agama ini dipakai Portugis untuk menyulut terjadinya konflik antar kelompok masyarakat Maluku. Terdapat ritual Kolano Uci Sabea (Sultan turun sembahyang) yang masih dilakukan hingga sekarang.
Di bidang Ekonomi, Kehidupan ekonomi masyarakat Ternate bersumber dari pertanian, perdagangan dan pelayaran. Hasil pertanian berupa rempah-rempah melimpah di Maluku sehingga banyak pedagang asing yang mengincar daerah ini. Di sisi lain letaknya yang strategis merupakan jalur perdagangan internasional mendorong pesatnya perdagangan di Maluku sehingga terbentuknya persekutuan dagang (Uli Lima dan Uli Siwa).
Di bidang Keagamaan, Sultan pertama kesultanan Ternate Sultan Zainal Abidin berguru pada Sunan Giri di Jawa. Tokoh penyebar agama Islam di Ternate adalah Datu Maulana Husein dari Minangkabau dan Tuhubahahul dari Jawa.
7.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Kesultanan Ternate mengalami keruntuhan pada masa pemerintahan Sultan Sibori abad ke-17 M. Kesultanan Ternate terpaksa harus tunduk terhadap pemerintahan Hindia Belanda setelah Sultan Sibori menandatangani sebuah perjanjian.
8. Kesultanan Banjar
8.1 Sejarah Berdiri
Kesultanan Banjar terletak di daerah hulu Sungai Nagara di Amuntai, Kalimantan Selatan didirikan oleh Raden Samudera atau Sultan Surianullah (Suriansyah) pada awal abad ke-16 M atas penobatan dari Sunan Kudus. Sumber sejarah dari catatan dalam buku Negarakertagama Hikayat dan Kronik Banjarmasin. Nama-nama Sultan Banjar antara lain Sultan Surianullah; Sultan Rahmatullah; Sultan Hidayatullah 1; Sultan Mustain Billah; Sultan Inayatullah; Sultan Saidullah; Sultan Ri’ayatullah; s.d Sultan ke-18 yaitu Adam Al-Watsiq Billah di masa kemunduran.
8.2 Keberhasilan atau Masa Kejayaan
Di bidang Politik, Kerajaan Banjar mampu meluaskan wilayah kekuasaannya sampai Sambas, Batanglawai Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan. Berhasil menghimpun kekuatan militer yang kuat hingga mampu membendung pengaruh politik dari Tuban, Arosbaya (Madura), dan Mataram.
Dalam bidang Sosial Budaya, Masyarakat Banjar hidup rukun dan damai dalam kemajemukan ras baik Melayu, Jawa, maupun Dayak. Budaya berkembang dengan baik yang juga diselaraskan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam. Misalnya, bentuk bangunan rumah Bubungan Tinggi yang atapnya membumbung tinggi merupakan bentuk ikrar pengakuan terhadap Allah SWT, atap memiliki segi lima merupakan manifestasi rukun Islam yang lima, serta unsur hitungan panjang. lebar, dan tinggi bangunan yang selalu ganjil karena sesuai dengan nama Allah SWT yang berjumlah ganjil dan Allah SWT menyukai bilangan yang ganjil.
Di bidang ekonomi; berhasil memajukan perekonomian melalui perdagangan emas, intan, dan damar, serta lada hitam yang menjadi komoditas paling besar. Dapat menghimpun dana dari iuran cukai karena merupakan jalur strategis perdagangan antar daerah.
Di bidang Keagamaan, Lahir seorang ulama besar bernama Muhammad Arsyad ibn Abdullah Al Banjari. Beliau lahir di Martapura tahun 1710 M. Atas biaya kesultanan Banjar, beliau belajar di Mekkah selama 30 tahun. Sepulangnya dari Mekkah, Beliau berdakwah melalui ceramah-ceramah dan menulis kitab.
8.3 Masa Kemunduran/Keruntuhan
Kesultanan Banjar mengalami kemunduran setelah masa pemerintahan Sultan Adam Al Wasikbillah pada abad ke-19 M. Hal ini disebabkan karena adanya campur tangan Belanda dalam pergantian sultan-sultan Banjar.
Bagi rekan-rekan yang berminat mendownload file ppt. dari materi ini, silahkan cek di sini:
Slide Materi Kesultanan di Indonesia IPS Kelas 7
Demikian penjelasan Materi Kesultanan di Indonesia IPS Kelas 7 Materi IPS Kelas 7 Genap, semoga bermanfaat.